23.11.16

Cerita Pantun Lutung Kasarung



Image result for lutung kasarung
Lutung Kasarung

Cerita Pantun Lutung Kasarung menceritakan perkawinan Guruminda putra Sunan Ambu, keturunan Guru Hyang Tunggal, dengan seorang putri bungsu di negara Pasir Batang. Perkawinan makhluk-makhluk dunia atas dengan dunia tengah ini menyebabkan bersatunya dunia atas dengan dunia manusia. Yang transenden menyatu dengan dunia imanen, sehingga keselamatan, kesuburan, kemakmuran, kesejahteraan, dan kedamaian akan dialami manusia, di dunia ini.

Cerita bermula saat Raja negara Pasir Batang (anu girang), Prabu Tapa Ageung dan isterinya, Niti Suari, menyerahkan pemerintahan kepada putri sulungnya, Purba Rarang, karena mengundurkan diri ingin bertapa. Prabu Tapa Ageung mempunyai tujuh orang putri, tak punya anak lelaki, yang berturut-turut bernama Purba Rarang, Purba Endah, Purba Dewata, Purba Kancana, Purba Manik, Purba Leuwih, dan Purba Sari. Karena Purba Rarang merasa Purba Sari bakal ngalandih ka saing, maka ia memerintahkan agar adik bungsunya ini diborehan. Maka Purba Sari dilumuri warna hitam dan dibuang ke Gunung Cupu Mandala Ayu di bagian hulu dayeuh. Meskipun diperlakukan demikian, Purba Sari menerima dengan baik kemauan teteh ini.

Purba Sari dan Purba Rarang memang pasangan oposisi antagonistik. Purba Rarang Sulung, Purba Sari bungsu, Purba Rarang aktif Purba Sari nrimo, Purba Rarang kelaki-lakian, Purba Sari keperempuanan, Purba Rarang pilihan ayah-dunia, Purba Sari pilihan Sunan Ambu, Purba Rarang licik, Purba Sari lugu dan tulus, Purba Rarang di istana, Purba Sari di hutan, Purba Rarang banyak pengikutnya, Purba Sari sendirian di leuweung, Purba Rarang di lebak, Purba Sari di hulu. Permainan antagonistik ini akan terus dimainkan sepanjang pantun. Jadi, pantun dimulai dengan munculnya oposisi biner. Dan pasangan oposisi ini kelak akan kita lihat menggambarkan oposisi antara kemauan manusia (Purba Rarang) dan kemauan dewa-dewa (Purba Sari). Moral pantun adalah, ikutilah Purba Sari kalau mau selamat di dunia ini.

Cerita langsung berpindah ke Sawarga Loka. Sunan Ambu dihadap oleh putranya Guru Minda yang malamnya bermimpi mengawini putri yang amat mirip ibundanya itu. Inilah sebabnya dalam pertemuan anak dan ibu itu, Guru Minda ngalingling ngadeuleu (melirik=lirik mencuri pandang) pada ibundanya. Kata Sunan Ambu:
Ulah goreng tingkah ka pangasuh

Pamali batan maling
Haram batan jinah
Geura boro pijodoeun
Aya nu sarupa jeung ambu
Di buana panca tengah

Lalu Guru Minda diberi pakaian lutung yang dibuat dari mega mendung. Dinamakanlah Kandegan Lutung Kasarung, yang dibuang dari keluarga. Dalam pantun ini seorang dewa tidak menjelma menjadi manusia, tetapi tetap seorang dewa yang berpakaian lutung. Tidak dikenal faham dewa-raja di Sunda. Guru Minda tetap Guru Minda, hanya berpakain lutung.
Lutung Kasarung diturunkan ke dunia, di hutan dekat Pasir Batang. Lutung ini ditangkap Aki Panyumpit, yang kemudian dibawa kepada Ua Lengser, dan menyerahkannya kepada Purba Rarang yang memesan lutung kepadanya. Karena lutung ini bisa berbicara seperti manusia, maka Lutung Kasarung dipelihara oleh adik-adknya yang lima. Ternyata Lutung Kasarung bukan menjadi teman bermain para putri, tetapi justru kerap kali mengibrak-abrik barang-barang milik mereka. Lutung Kasarung akhirnya dibawa ke Purba Sari untuk menjadi temannya di hutan. “ bawalah ke tepi gunung, karena hitamnya sama dengan Purba Sari, jeleknya sama dengan Purba Sari, kalau menjadi air sama satu leuwi, kalau menjadi tanah sama selebak,” kata Purba Rarang.

Lutung Kasarung kecewa melihat Purba Sari yang hitam legam. Pada saat Purba Sari tidur, Lutung Kasarung membuka pakaiannya dan sekejap tiba di Sawarga Loka Manggung menghadap Sunan Ambu. Dikatakan oleh pantun:
Awak sarua nu lembut
Saraga jeung dewana

Guru Minda mengeluh kepada ibundanya bahwa hidupnya penuh sengsara. Sunan Ambu menghibur putranya, bahwa semua itu hanya sementara. Kecantikan Purba Sari sama dengan dirinya, kejelekannya hanya pulasan. Lalu diperintahkannya putranya itu kembali ke dunia semampang Purba Sari masih tidur malam hari itu.
Sunan Ambu segera memerintahkan Bujangga Seda dan Bujangga Sakti, yakni dua dari empat Batara di kahiyangan, agar turun ke dunia membereskan persoalan Lutung Kasarung. Maka diciptakanlah istana lengkap ditempat pembuangan Purba Sari. Ketika Purba Sari bangun keesokan harinya, ia terkejut melihat perubahan itu. Ia bertanya kepada Lutung Kasarung:
Utun, pamisalin ti mana
Sok sieun dipamalingkeun
Jawab Lutung Kasarung:
Suhunan pamajikan
Tadi peuting beunang ngimpi buruh naek
Kemudian mandilah Purba Sari di jamban imah. Dan bergantilah rupanya menjadi aslinya, seorang putri yang cantik, semampu juru pantun menggambarkan kecantikan gadis Sunda.
Sejak bagian cerita ini, pantun menggambarkan persaingan Purba Rarang terhadap Purba Sari. Purba Rarang digambarkan oleh pantun demikian:
Nu goreng budi ti leutik
Goreng tuah ti bubudak
Pangaruh jalma nu bedang
Taya batan purba rarang
Pantun Lutung Kasarung selanjutnya menceritakan persaingan itu dalam bentuk tantangan perlombaan yang setiap kali diajukan Purba Rarang. Purba Rarang yang bersifat amarah semakin dengki kepada Purba Sari yang tiba-tiba berubah segalanya menjadi saingannya. Namun sikap Purba Sari tetap aluamah, tunduk dan menjalankan tantangan apa yang diajukan oleh kakanya itu.
Sunan Ambu yang ada di Sawarga Loka Manggung tidak berdiam diri. juru pantun selalu menyebutkan Sunan Ambu sebagai berikut:
Sunan Ambu terus panon batan kaca
Katingal salawasna
Sunan Ambu selalu memanggil para Batara untuk menolong Purba Sari yang sedang disangsara ku nagara. Bahkan kadang Sunan Ambu sendiri “turun” ke dunia ini untuk menolong Purba Sari yakni dalam bentuk “mimpi”. Inilah sebabnya pantun ini dinilai amat sakral oleh masyarakat Sunda zaman itu. (Jacob Sumardjo, 2009).

Mengenal Microsoft Excel

BAGIAN BAGIAN MICROSOFT EXCEL
Image result for m.s. excel 2010