A. Sejarah Behaviorisme
Awal mula adanya Psikologi Behaviorisme adalah pada
abad ke-20 di Amerika. Gerakan ini secara formal dirilis oleh seorang Psikolog
Amerika yang bernama John Broadus Watson
(1878-1958) dengan makalah berjudul “Psychology as the Behavioristic Views
It” yang dipublikasikan tahun 1913.
Dalam makalahnya, Waston mengatakan satu-satunya
pembahasan masuk akal dalam ilmu psikologi adalah dengan mengamati secara
langsung perilaku yang tampak pada manusia. Sistem Watson yang memfokuskan pada
kemampuan adaptasi perilaku terhadap stimulti-lingkungan menawarkan ilmu
psikologi yang positif dan objektif. Hingga pada tahun 1930, Behaviorisme
menjadi sistem yang mendominasi dalam Psikologi Amerika.
John Broadus Watson |
A. Pengertian Behaviorisme
Secara sederhana, Behaviorisme adalah salah satu
ilmu psikologi yang mempelajari tentang tingkah laku manusia.
Dalam arti yang lebih kompleks, Behaviorisme
merupakan sebuah aliran dalam Psikologi yang mengatakan bahwa perilaku harus
merupakan unsur tunggal psikologi. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap
instropeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan
subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar).
Behaviorisme menganalisis bahwa hanya perilaku yang
tampak saja yang dapat diukur dan memandang bahwa ketika dilahirkan, pada
dasarnya manusia tidak membawa apa-apa. Manusia akan berkembang sesuai dengan
stimulus yang diterimanya dari lingkungan. Seseorang akan menjadi baik ketika
dibesarkan pada kondisi lingkungan yang baik, dan menjadi buruk ketika
dibesarkan pada lingkungan yang buruk pula.
Kaum behavioris tidak terlalu percaya pada sesuatu
yang bersifat subjektif seperti adanya sensasi, persepsi, hasrat, tujuan,
bahkan dan emosi. Mereka hanya menerima sesuatu yang bersifat objektif atau
benar-benar ada di hadapan mereka dan bukannya sesuatu yang muncul dari
bayang-bayang atau dugaan saja. Behaviorisme juga hanya memandang manusia dari
segi jasmani dan bukannya mental.
Para penganut behaviorisme tidak mengakui dengan
adanya bakat, kecerdasan, minat, maupun perasaan individu dalam proses belajar.
Menurut mereka, belajar hanya untuk melatih refleks-refleks sehingga menjadi
sebuah kebiasaan yang akan dikuasai individu. Seseorang sudah dianggap belajar
jika terjadi perubahan pada kebiasaan dan perilakunya.
Ada tiga konsep penting dalam aliran behaviorisme,
yakni: 1). Stimulus/rangsangan, 2). Respon, dan 3). Penguatan (reinforcement). Dalam mekanisme belajar
behaviorisme, input yang diberikan oleh guru berupa stimulus/rangsangan.
Setelahnya akan menghasilkan respon dari para pembelajar. Sisanya, para
pembelajar hanya akan ditugaskan untuk menguatkan dan mempertegas apa yang
mereka pelajari dalam bentuk tindakan atau perilaku sehari-hari.
Dengan teori stimulus-respon yang dikemukakan, Behaviorisme
memosisikan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Yang hanya
menunjukkan respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguat positif dan penguat negatif.
D. Tokoh-tokoh aliran Behaviorisme
1. John Broadus Watson (1878-1958)
Setelah memperoleh gelar master dalam bidang bahasa
(Latin dn Yunani), matematika, dan filsafat pada tahun 1900 di University of
Chicago. Sebelum ia tertarik dalam bidang ilmu psikologi, minat awalnya adalah
pada filsafat. Karena mulai tertarik pada psikologi, Watson menulis desertasi
dalam bidang psikologi eksperimen dan mulai melakukan percobaan dengan
tikus-tikus percobaan. Tahun1903 ia menyelesaikan desertasinya. Tahun 1908 ia
pindah ke John Hopkins University dan menjadi direktur labolaturiun psikologi
di sana.
Konsep utama Watson dalam aliran Behaviorisme:
b.
Psikologi adalah cabang eksperimental dan natural science. Hal itu menjadikannya
setara dengan ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat di
dalamnya.
c.
Karena menjadikan bidang ‘kesadaran’ sebagai objek
kajiannya, psikologi gagal dalam upaya membuktikan jati diri sebagai natural science. Oleh karena itu, kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psikologi.
d.
Objek studi psikologi harus perilaku yang dapat
diamati.
Pandangan utama Watson:
1.
Psikologi mempelajari stimulus dan respon (overt, covert, learned)
2.
Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia
adalah hasil belajar faktor eksternal atau dari lingkungan.
3.
Dalam pandangan mind-body,
Watson berpendapat kalau mind mungkin
saja ada, tetapi bukan sebagai sesuatu yang dipelajari melalui pendekatan
ilmiah. Ia hanya menganggap body
sebagai objek studi ilmiah. (Pada titik ini sejarah mencatat pertama kalinya
sejak zaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap soul-mind. Tidak heran bila pandangan
ini mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu, Behaviorisme
justru menjadi populer).
4.
Sejalan dengan fokus ilmunya yang objektif, maka
psikologi harus menggunakan metode empiris.
5.
Watson menolak konsep insting, sebaliknya, konsep learning
adalah sesuatu yang vital dalam pandangannya. Ia juga memiliki konsep
tersendiri tentang memory, menurut
Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu
dilakukan/digunakan. Dengan kata lain, orang akan selalu ingat bilamana sesuatu
itu dijadikan kebiasaan dan kebutuhan.
6.
Proses thinking
and speech terkait erat.
7.
Psikologi adalah ilmu yang bertujuan untuk
meramalkan perilaku. Perilaku dapat dikontrol jika ada hukum yang mengaturnya.
Hal ini menjadi pandangan oleh banyak ahli, Watson juga membangkitkan kembali
semangat objektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset
empiris pada eksperimen terkontrol.
2. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 Sepetember 1849 di
Ryazan, Rusia. Sebenarnya ia bukan sarjana psikologi dan menolak untuk
dipanggil psikolog, karena ia adalah sarjana ilmu faal yang fanatik. Bahkan ia
sangat anti terhadap ilmu psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah, karenanya
ia sangat menghindari istilah-istilah dan konsep-konsep psikologi. Meskipun
begitu, peranan Pavlov terhadap psikologi sangat penting, karena studinya
mengenai refleks-refleks merupakan dasar bagi perkembangan aliran behaviorisme.
Pandangannya yang paling penting adalah bahwa
aktivitas psikis sebenarnya tidak laindaripada rangkaian-rangkaian refleks
belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis, kita cukup mempelajari
refleksnya saja. Pandangan ini di dapatnya dari tokoh Rusia lain bernama I.M.
Sechenov, kemudian dijadikan dasar pandangan oleh salah satu tokoh Amerika
dalam aliran behaviorismenya.
Pavlov adalah seorang behavioristik terkenal dengan
teori pengkondisian klasik asosiatif stimulus-respon (Classic Condition). Yakni sebuah proses yang ditemukannya terhadap
anjing, dimana perangsang asli dan perangsang netral dipasangkan dengan
stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang
diinginkan.
Dalam eksperimen ini bagaimana cara untuk membentuk
perilaku anjing agar ketika bunyi bel diberikan, ia akan merespon dengan
mengeluarkan air liur walaupun tanpa diberikan makanan. Jika anjing secara
terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air
liur tanpa kemudian diberikan makanan, maka kemampuan stimulus terkondisi
(bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang.
Pengkondisian Klasik ( Pavlov Dog ) |
Kesimpulan dari eksperimennya adalah bahwa tingkah
laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu
refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning dimana
refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak
berkondisi (makanan) lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi (bunyi bel). Dengan kata
lain, gerakang-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena
mendapat latihan.
Hukum-hukum yang dihasilkan oleh eksperimen Pavlov
adalah:
1.
Law of Respondent
Conditioning, yakni hukum
pembiasaan yang di tuntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan,
maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.
Law of Respondent
Exinction, yakni hukum
pemusnahan yang di tuntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent Condition itu di datangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforce (penguatan),
maka kekuatannya menurun.
3. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike, belajar merupan peristiwa
terbentuknya interaksi antara stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan
belajar sebagai proses untuk memecahkan masalah. Dalam penelitiannya tentang
proses belajar, menurutnya pelajar harus diberi persoalan agar dapat dipikirkan
solusinya.
Dalam hal ini, Thorndike melakukan eksperimen dengan
puzzle box. Dalam eksperimennya,
Thorndike memasukan kucing pada sangkar tertutup yang pintunya dapat dibuka
secara otomatis apabila kenop dalam sangkar disentuh. Percobaan ini disebut
sebagai Trial and Error Learning
yakni, adanya respon terhadap situasi, terjadi eliminasi terhadap berbagai
respon yang salah, dan terdapat kemajuan reaksi demi mencapai tujuan.
Puzzel Box Thondike |
Melalui eksperimennya yang
dilakukan pada kucing tersebut, ia mengembangkan tiga hukumnya, yaitu:
1. Law of effect, yang menyatakan prinsip senang tidak senang, suatu respon
akan diperkuat apabila diikuti oleh suatu perasaan senang terhadap sesuatu, dan
respon akan diperlemah jika diikuti oleh suatu rasa tidak senang.
2. Law of exercise, yang menyatakan bahwa semakin sering suatu respon yang
berasal dari suatu stimulus tertentu maka akan semakin besar kemungkinan respon
tersebut untuk dicamkan atau diingat dalam suatu long term memory.
3. Law of readiness yang menyatakan bahwa perkembangan sistem syaraf akan
menyebabkan unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
unit perilaku yang lainnya. Dengan kata lain, pembelajaran yang diberikan
kepada siswa disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar