30.11.16

BEHAVIORISME part 2



Image result for BEHAVIORISME



A.    Sejarah Behaviorisme
Awal mula adanya Psikologi Behaviorisme adalah pada abad ke-20 di Amerika. Gerakan ini secara formal dirilis oleh seorang Psikolog Amerika yang bernama John Broadus Watson (1878-1958) dengan makalah berjudul “Psychology as the Behavioristic Views It” yang dipublikasikan tahun 1913.
Dalam makalahnya, Waston mengatakan satu-satunya pembahasan masuk akal dalam ilmu psikologi adalah dengan mengamati secara langsung perilaku yang tampak pada manusia. Sistem Watson yang memfokuskan pada kemampuan adaptasi perilaku terhadap stimulti-lingkungan menawarkan ilmu psikologi yang positif dan objektif. Hingga pada tahun 1930, Behaviorisme menjadi sistem yang mendominasi dalam Psikologi Amerika.

Image result for John Broadus Watson
John Broadus Watson
A.    Pengertian Behaviorisme
Secara sederhana, Behaviorisme adalah salah satu ilmu psikologi yang mempelajari tentang tingkah laku manusia.
Dalam arti yang lebih kompleks, Behaviorisme merupakan sebuah aliran dalam Psikologi yang mengatakan bahwa perilaku harus merupakan unsur tunggal psikologi. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap instropeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar).
Behaviorisme menganalisis bahwa hanya perilaku yang tampak saja yang dapat diukur dan memandang bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa apa-apa. Manusia akan berkembang sesuai dengan stimulus yang diterimanya dari lingkungan. Seseorang akan menjadi baik ketika dibesarkan pada kondisi lingkungan yang baik, dan menjadi buruk ketika dibesarkan pada lingkungan yang buruk pula.
Kaum behavioris tidak terlalu percaya pada sesuatu yang bersifat subjektif seperti adanya sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan dan emosi. Mereka hanya menerima sesuatu yang bersifat objektif atau benar-benar ada di hadapan mereka dan bukannya sesuatu yang muncul dari bayang-bayang atau dugaan saja. Behaviorisme juga hanya memandang manusia dari segi jasmani dan bukannya mental.
Para penganut behaviorisme tidak mengakui dengan adanya bakat, kecerdasan, minat, maupun perasaan individu dalam proses belajar. Menurut mereka, belajar hanya untuk melatih refleks-refleks sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang akan dikuasai individu. Seseorang sudah dianggap belajar jika terjadi perubahan pada kebiasaan dan perilakunya.
Ada tiga konsep penting dalam aliran behaviorisme, yakni: 1). Stimulus/rangsangan, 2). Respon, dan 3). Penguatan (reinforcement). Dalam mekanisme belajar behaviorisme, input yang diberikan oleh guru berupa stimulus/rangsangan. Setelahnya akan menghasilkan respon dari para pembelajar. Sisanya, para pembelajar hanya akan ditugaskan untuk menguatkan dan mempertegas apa yang mereka pelajari dalam bentuk tindakan atau perilaku sehari-hari.
Dengan teori stimulus-respon yang dikemukakan, Behaviorisme memosisikan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Yang hanya menunjukkan respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguat positif dan penguat negatif.

D.  Tokoh-tokoh aliran Behaviorisme


1. Clark L. Hull (1884-1952)
Image result for Clark L. Hull
Chalk Hull

Clark Leonard Hull dilahirkan di Akron, New York pada 24 Mei 1884. Ia dibesarkan di Michigan. Hull mempunyai masalah kesehatan di mata, mempunyai orang tua yang miskin, dan pernah menderita polio. Pendidikan yang ditempuhnya beberapa kali terputus karena sakit dan masalah keuangan. Tetapi setelah lulus, dia memenuhi syarat sebagai guru dan menghabiskan banyak waktunya untuk mengajar di sekolah yang kecil (Cherry, 2011).
Setelah memperoleh gelar master di Universitas Michigan, ia beralih ke psikologi, dan menerima Ph.D. Psikologi di tahun 1918 dari University of Wisconsin, dimana dia tinggal selama sepuluh tahun sebagai instruktur. Penelitian doktornya pada "Aspek kuantitatif dari Evolution of Concepts" telah diterbitkan dalam Psychological Monographs (Cherry, 2011). 
Sepanjang karirnya, Hull mengembangkan ide di berbagai bidang psikologi, terutama psikologi belajar, hipnotis, dan teknik sugesti. Metode yang paling sering digunakan adalah eksperimental laboratorium.
Teori belajar Hull berpusat pada perlunya memperkuat suatu pengetahuan yang sudah ada. Inti tingkat analisis psikologis adalah gagasan mengenai "variabel intervensi," yang dijelaskan sebagai "unobservable perilaku." Hull sangat taat pada metode ilmiah, yaitu dengan rancangan percobaan yang dikontrol dan analisis data yang diperoleh. Perumusan deduktif dari teori belajar melibatkan serangkaian postulat yang akhirnya harus diuji oleh eksperimen (Parwira, 2012).
Image result for teori reduksi dorongan atau reduksi stimulus dorongan. clark hull


Salah satu aspek dari pekerjaan Hull adalah pada tes bakat yang akan membuktikan instrumental dalam perkembangan behaviorismenya. Untuk memfasilitasi penghitungan dari korelasi antara berbagai tes, ia membangun sebuah mesin untuk melakukan perhitungan, menyelesaikan proyek pada tahun 1925 dengan dukungan dari National Research Council. Selain dari mesin praktis manfaat, keberhasilan proyek Hull yang bersifat fisik dengan perangkat yang tepat, susunan komponen yang mampu melakukan operasi karakteristik dari proses mental tingkat tinggi (Parwira, 2012).
Tiga Prinsip utama teori Hull:
1.    Reinforcement, adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
2.    Dalam mempelajari hubungan S-R, yang perlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O (organisma)). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output.
3.    Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organism.
Hypothetico-deductive theory adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual (induktif). Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcementhabit, reaksi potensial, dan lain sebagainya (Iskandar, 2012).
Hull mengajukan enam belas postulat. Postulat itu adalah pernyataan umum tentang perilaku yang tidak dapat diverifikasi secara langsung, meskipun teorema yang secara logis berasal dari postulat itu dapat diuji.
Teori belajar Hull adalah teori reduksi dorongan atau reduksi stimulus dorongan. Mengenai soal spesiafibilitas tujuan, keterlibatan kelas, dan proses belajar dari yang sederhana ke yang kompleks, Hull sepakat dengan Thorndike. Menurutnya belajar melibatkan dorongan yang dapat direduksi. Sulit membayangkan bagaimana reduksi dorongan primer dapat berperan dalam belajar di kelas, tetapi, beberapa pangikut Hull (misalnya, Janet Taylor Spence) menekankan kecemasan sebagai sebentuk dorongan dalam proses belajar manusia. Berdasarkan penalaran ini, maka mereduksi kecemasan murid adalah syarat yang diperlukan untuk belajar di kelas. Tetapi, terlalu sedikit kecemasan tidak akan menimbulkan proses (karena tidak ada dorongan yang akan direduksi), dan terlalu banyak kecemasan akan mengganggu. Karenanya, siswa yang merasakan kecemasan ringan ada dalam posisi terbaik untuk belajar dan karenanya lebih mudah untuk diajari.
Menurut teori Hull, kondisi yang disusun secara optimal akan mempermudah siswa untuk belajar. Terdapat dua motivasi terhadap belajar siswa, yaitu dorongan atau kebutuhan siswa terhadap situasi belajar dan harapan murid terhadap konsekuensi belajar.
Adanya dorongan belajar, maka belajar merupakan penguatan. Makin banyak belajar, makin banyak reinforcement (penguatan), menjadi makin besar motivasi untuk menggunakan respon yang menuju keberhasilan belajar. Oleh karena itu guru atau kepala sekolah harus merencanakan kegiatan belajar berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap dorongan yang mendasari siswa.

2. Edwin Ray Guthrie (1886-1959)

Image result for Edwin Guthrie
Edwin Ray Guthie

Guthrie lahir di Lincoln Nebrazka tanggal 9 januari  pada tahun 1886 dan meninggal pada tahun 1959. Setelah SMA kemudian meneruskan studinya ke universitas Nebraska dan lulus dengan sarjana matematika. Kemudian menjadi instruktur filsafat di Universitas Washington. Setelah lima tahun ia pindah ke Departemen Psikologi sampai karirnya berakhir. Guthrie adalah profesor psikologi di University of Washington   dari tahun 1914 sampai pensiun pada tahun 1952. Gaya tulisan Gutrie lebih mudah untuk dipelajari karena penuh humor, dan menggunakan banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya supaya mudah dipahami oleh mahasiswanya. Pada usia 33 tahun Guthrie memenangkan nobel yang diberikan asosiasi psikologi Amerika dalam kontribusi terakhir. Karya dasarnya adalah The Psycholoy of Learning, yang dipublikasikan pada 1935 dan direvisi pada 1952.
Pada publikasi terahirnya sebelum meninggal, Guthrie sempat merevisi hukum kontiguitasnya menjadi, “Apa-apa yang dilihat akan menjadi sinyal terhadap apa- apa yang dilakukan”. Alasannya karena terdapat berbagai macam stimuli yang dihadapi oleh organisme pada satu waktu tertentu dan organisme tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu. Organisme hanya akan memproses secara efektif pada sebagian kecil dari stimuli yang dihadapinya, dan selanjutnya proses inilah yang akan diasosiasikan dengan respons.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Hukum kontiguiti adalah satu prinsip asosionisme yaitu respon atas suatu situasi cendrung diulang, bilamana individu menghadapi suatu yang sama. Kunci teori guthrie terletak pada prinsip tunggal bahwa kontiguitas merupakan fondasi pembelajaran.
Guthrie selanjutnya mengemukakan movement-product stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh. Contohnya, ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat telepon. Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimuli dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.
Guthrie dan Horton (1946) melakukan observasi terhadap delapan ratus kucing yang kemudian dilaporan dalam sebuah buku yang berjudul Cats in a Puzzle Box. Kotak yang mereka pakai sama dengan yang dipakai Thorndike dalam melakukan eksperimennya. Guthrie dan Horton menggunakan banyak kucing sebagai subyek percobaan, akan tetapi mereka melihat kucing keluar dari kotak dengan cara sendiri-sendiri dan berbeda-beda.
Dari percobaan diatas, respon khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon yang dilakukan hewan sebelum ia keluar dari kotak. Karena respon ini cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan dalam kotak di waktu yang lain, maka ia dinamakan stereotyped behavior (perilaku strereotip). 
Guhtrie dan Horton  mengamati bahwa seringkali hewan, setelah bebas dari kotak akan mengabaikan ikan yang diberikan kepadanya. Meskipun hewan itu mengabaikan obyek yang disebut penguatan tersebut, kucing dapat keluar dari kotak dengan lancar ketika diwaktu yang lain ia dimasukkan lagi ke dalam kotak. Observasi ini, menurut Guthrie memperkuat pendapatnya bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis yang mencegah terjadinya unlearning. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap kejadian yang diikuti dengan respons yang diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan karenanya mempertahankan respons di dalam kondisi yang menstimulasi sebelumnya.
  Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. 
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena itu dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sering diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap dan karena itu pula diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan itu menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) bila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. 
Gutrie merumuskan beberapa metode yang diantaranya adalah: 
1.      Metode Threshold (Ambang): yaitu metode mencari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan melakukan respons lain saat petunjuk itu muncul. Misalnya, saat diketahui alasan merokok karena stres, maka ketika suatau saat stres itu datang lakukan kegiatan lain.
2.      Metode Fatigue (kelelahan): yaitu, membiarkan respons terus menerus hingga tidak lagi menjadi fungsi dari stimulus. Misalnya, gadis kecil senang menyalakan korek api, tugasnya adalah membiarkannya sampai dia merasa menyalakan korek api tidak lagi menyenangkan.
3.      Metode Incompatible Stimuli (stimuli menyimpang): yaitu memberikan penyandingan terhadap stimuli karena dianggap dapat menimbulkan respons buruk. Misalnya, ibu memberi anaknya sebuah boneka, tetapi anak justru takut dan gemetar. Jadi, ibu harus menjadi stimulus yang dominan agar kombinasi keduanya berbentuk relaksasi. 

3. B. F. Skinner (1904-1990)

Image result for Skinner


Burrhus Frederic Skinner lahir pada tahun 1904 dan tumbuh di sebuah kota kecil di Susquehanna, Pennsylvania. Setelah lulus dari sekolah menengah atas, dia pergi ke Hamilton college di New York. Dan menyelesaikannya di bidang sastra Inggris. Karena ketertarikannya kepada tingkah laku manusia dan hewan, maka dia pun menyandang gelar kesarjanaan psikologi di Harvard, tempat dimana dia memulai riset dan merumuskan ide-idenya tentang pembelajaran. Skinner mengajar di University of Minnesota (1936-1945), Indiana University (1945-1947), dan Harvard University sampai kemudian meninggal di tahun 1990.
Karya tulis terakhirnya berjudul about behaviorism diterbitkan pada tahun 1974. Tema pokok yang mewarnai karya-karyanya adalah bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri.
Pengkondisian operan (pengkondisian instrumental) adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan yang seberapa sering perilaku itu akan ulangi. Konsekuensi perilaku tersebut akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas perilaku, itu merupakan inti dari behaviorisme Skinner. 
Untuk mempelajari pengkondisian operan, Skinner membuat sebuah alat yang dikenal ‘Kotak Skinner’. Disalah satu sisinya ada sebuah tuas yang jika ditekan otomatis mengeluarkan makanan dan air. Hewan seperti tikus, awalnya memukul-mukul semua sisi kotak sampai akhirnya tak sengaja memukul tuas itu dan memperoleh hadiah (makanan dan mimum). Namun seiring waktu, tikus tersebut memekan tuas lebih sering lagi. Ukuran belajar yang paling penting, bagi Skinner, adalah tingkatan atau kecepatan responnya. Ketika respon-respon diperkuat, maka kecepatan peristiwa meningkat. Lewat kotak Skinner ini, tuas secara otomatis dihubungkan kepada mesin pencatat grafik yang kemudian data dipresentasikan sebagai kurva belajar.
Image result for skinner box
Skinner Box

Jadi, pengkondisian operan merupakan pembelajaran pembentukan sikap yang mana sikap tersebut sesuai dengan yang kita inginkan dan mengahilangkan sikap yang tidak kita inginkan. Sikap tersebut juga ditentukan oleh konseukensi-konsekuensinya. Jika konsekunsinya baik atau menyenangkan maka, sikap tersebut akan sering dilakukan.
Prinsip-prinsip Pengkondisian:
1.      Penguatan dan Kepunahan
Penguatan (reinforcement) adalah stimuli yang mengikuti suatu respond dan yang memperkuat atau memuaskan kemungkinan respon. Reinforcement terdiri dari dua macam yaitu posif dan negatif. Contoh penguat positif: guru memuji seorang murid yang mengajukan banyak pertanyaan. perilaku kedepan, murid akan lebih banyak bertanya; penguat negatif: guru berhenti menegur murid karena menyerahkan PR tetap waktu. Perilaku ke depan murid akan sering menyerahkan PR tetap waktu.
Kepunahan (extinction) adalah proses dimana suatu operant yang dibentuk tidak dapat penguat lagi. Dengan demikian dapat menyebabkan intensitas dan frekuensinya menurun. Contoh, karena anak-anak melakukan hal-hal hanya untuk mendapat perhatian, maka kita bisa memadamkan tingkah laku yang tidak diinginkan seperti tangisan yang keras, dengan cara mengajaknya keluar ke tempat lain. Tapi tangisan itu akan datang lagi kalau berada di tempat yang awal.

2.      Penguatan Harus Bersifat Segera (immediacy of reinforcement)
Contoh: jika seorang ayah menunjukkan rasa senang setelah anaknya membawakan minum, maka si anak akan mengulangi lagi tingkah laku tersebut. Namun jika si ayah terlambat memperkuat tingkah laku anaknya beberapa menit saja, maka tingkah laku itu tidak akan menguat. Faktanya, tingkah laku yang kuat adalah tingkah laku yang diperkuat.
3.      Stimuli Pembeda (Discriminative Stimuli)
Diskriminasi membedakan antara stimuli dan proses dimana organisme mengenal ciri-ciri stimuli yang berbeda. Meskipun stimuli pembeda dapat menjadi pengontrol yang baik, namun harus ditekankan kalau pengontrolan ini tidak berjalan otomatis seperti dalam pengondisian respons. Skinner mendata sejumlah contoh untuk menunjukkan bagaimana tingkah laku jadi melekat pada stimuli pembeda. Kita belajar bahwa senyum yang terlontar saat kita sedang mendekati seseorang akan menghasilkan respons positif. Namun jika dia menerutkan dahi, pendekatan akan menghasilkan konsekuensi tidak menyenangkan. Sejauh respons positif yang muncul, maka ekspresi wajah menjadi pembeda yang mengontrol stimuli-stimuli lain sehingga kita jadi berani mendekati.

4.      Generalisasi
Generalisasi dalam pengkondisian operan berarti memberikan respon yang sama terhadap stimuli yang sama. Misalnya : jika pujian guru membuat murid lebih giat belajar, apakah pujian tersebut juga berlaku pada pekerjaan lain seperti pekerjaan rumah?.
4. Albert Bandura (1925-sekarang)

Image result for Albert Bandura
Albert Bandura

Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northen Alberta, Canada, pada 4 Desember 1925. Pada tahun 1949 beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia di dalam jurusan Psikologi dan memperoleh gelar Master pada tahun 1951. Setahun berikutnya, ia juga meraih gelar doctor (Ph.D) dalam program psikologi klinis dan mengajar di Standfors University.
Albert Bandura dikenal dengan teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), yakni salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dan pikiran, pemahaman dan evaluasi. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah Bobo Doll yang menunjukkan anak-anak meniru perilaku dari orang dewasa di sekitarnya.
Image result for albert bandura bobo doll
Bobo doll

Image result for albert bandura bobo doll
Bobo doll experiment

Salah satu asumsi awal dan dasar teori kognisi sosial Bandura adalah bahwa manusia cukup fleksibel dan mampu mempelajari berbagai sikap, kemampuan dan perilaku, serta cukup banyak dari pembelajaran tersebut yang merupakan hasil dari pengalaman tidak langsung. Meskipun manusia dapat belajar dari pengalaman langsung, banyak dari apa yang mereka pelajari didapatkan dengan mengobservasi orang lain.
Bandura menghipotesakan bahwa baik tingkah laku, lingkungan, dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang akan mempengaruhi presepsi atau aksi adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh. Menurut Bandura, sebagain besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah permodelan (modeling) yang merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar